Comedy, Indie and Creativity

Rabu, 30 Juli 2025

Mahasiswa KKN-T UNDIP Sosialisasikan Pencatatan Persediaan Sederhana dan Pemanfaatan Aplikasi Kelola.co untuk UMKM di Desa Sukorejo

 


Loetju.id - Dalam rangka mendukung pemberdayaan pelaku UMKM di pedesaan, Mahasiswa KKN-T Universitas Diponegoro yang tergabung dalam Tim IDBU 42 menggelar sosialisasi bertajuk “Pencatatan Persediaan Sederhana dan Cara Penggunaan Aplikasi Kelola.co. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, dan diikuti oleh sejumlah pelaku usaha mikro serta ibu-ibu PKK setempat.

Sosialisasi ini merupakan bagian dari rangkaian program pengabdian masyarakat yang diketuai oleh Dr. Ir. Cahya Setya Utama, S.Pt., M.Si., IPM. Mahasiswa yang memaparkan materi adalah Rafi Syahri Ramadhana dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis, dengan tujuan utama membekali UMKM di desa Sukorejo dengan keterampilan dasar dalam mencatat persediaan barang usaha mereka.

Materi yang disampaikan mencakup pengertian persediaan, pentingnya pencatatan, hingga tips-tips praktis yang dapat langsung diterapkan oleh para pelaku usaha di desa. “Persediaan adalah barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan dalam proses produksi. Dalam konteks UMKM, ini bisa berupa sembako, makanan, kerajinan, dan produk rumahan lainnya,” jelas Rafi dalam presentasinya.

Selain itu, peserta juga dikenalkan pada aplikasi Kelola.co, sebuah platform gratis berbasis digital yang dirancang untuk membantu UMKM mengelola stok dan penjualan. Peserta diajarkan cara menggunakan aplikasi mulai dari input data persediaan, pencatatan penjualan, hingga evaluasi bulanan.

Dengan metode penyampaian yang sederhana dan interaktif, peserta tampak antusias mengikuti setiap sesi. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga membuka ruang diskusi, di mana peserta dapat langsung bertanya terkait kendala-kendala pencatatan yang mereka alami selama ini.


Kegiatan ini sejalan dengan semangat literasi digital yang juga digaungkan dalam program KKN-T UNDIP lainnya di Desa Sukorejo, seperti yang diberitakan oleh Netralnews bahwa mahasiswa mengajak Ibu-ibu PKK untuk gemar membaca di era digital. Melalui pendekatan serupa, mahasiswa berharap UMKM juga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi, khususnya dalam pengelolaan usaha mereka.

Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan para pelaku usaha desa dapat lebih terorganisir dalam mengelola stok barang, menghindari kerugian akibat barang rusak atau kedaluwarsa, serta mampu mengelola modal usaha dengan lebih efisien. “Mudah-mudahan ke depannya, ibu-ibu dan pelaku UMKM lainnya di desa bisa terus konsisten mencatat dan mengelola usaha dengan lebih baik,” tutup Rafi.



Editor:
Achmad Munandar

Selasa, 29 Juli 2025

Cegah Pencemaran, Mahasiswa MMD UB Kelompok 49 Ajak Siswa SDN Brubuh 2 Belajar Bertani Ramah Lingkungan Lewat Vertikultur

 

Gambar: Edukasi Pembuatan Vertikultur Bersama Siswa SDN Brubuh 2

Loetju.idSebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa Universitas Brawijaya dari Kelompok 49 Mahasiswa Membangun Desa (MMD) 2025 dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Ibu Dr. Eng. Elya Mufidah, S.Pi., M.P. membuat kegiatan edukasi lingkungan bertema "Bertani di Lahan Sempit dengan Vertikultur" untuk siswa kelas 4, 5, dan 6 SDN Brubuh 2, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi.

Program ini bertujuan mengenalkan teknik bertani mudah dan ramah lingkungan menggunakan metode vertikultur dari botol plastik bekas, dengan tanaman sawi pakcoy dan tanaman hias Callisia fragrans. Para siswa dibimbing langsung oleh mahasiswa membangun desa kelompok 49 dalam menyusun media tanam secara vertikal pada pot botol bekas, dengan mengisi media tanam yaitu tanah, sekam, dan pupuk kendang dengan perbandingan 1:1:1, serta menanam bibit sawi pakcoy dan tanaman hias Callisia fragrans.

“Kami ingin menanamkan pendidikan praktis dan mudah yang menyenangkan sekaligus memperkenalkan konsep pertanian modern sejak dini,” ujar Intan salah satu anggota tim Kelompok 49 MMD UB 2025. “Melalui kegiatan ini, anak-anak tidak hanya belajar bercocok tanam, tetapi juga memahami pentingnya mengelola sampah secara sederhana, kreatif dan bijak.”


Gambar: Kegiatan Edukasi Pembuatan Vertikultur

Salah satu hal menarik dalam kegiatan ini adalah penggunaan air cucian beras sebagai alternatif penyiraman alami. Air cucian beras ini kaya akan nutrisi Kandungannya antara lain karbohidrat, nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, sulfur, besi, Vitamin B1 yang mampu mempercepat pertumbuhan tanaman dan menyuburkan tanah seperti hal nya pupuk organik cair. Selain itu, botol plastik bekas yang disusun vertikal menunjukkan bahwa bertani bisa dilakukan di lahan sempit hemat lahan, mudah dipindahkan dan tanpa biaya yang besar.

Kegiatan ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-4 yaitu Pendidikan Berkualitas, karena memberikan pembelajaran berbasis praktik yang relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu, juga mendukung SDGs poin ke-12 yakni Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, melalui pemanfaatan barang bekas untuk kegiatan produktif.



Gambar: Kegiatan Praktik Pembuatan Vertikultur

Antusiasme siswa terlihat dari semangat mereka mengikuti setiap tahapan kegiatan. “Seru banget, aku senang bisa menanam sendiri. Nanti aku praktekin di rumah deh nanti botolnya aku cat sesuka hati,” kata salah satu siswa kelas 5 sambil tersenyum bangga dan senang. Dengan kegiatan ini, Kelompok 49 MMD UB 2025 berharap siswa-siswi SDN Brubuh 2 dapat tumbuh menjadi generasi yang cinta lingkungan, mandiri, dan sadar akan pentingnya memanfaatkan sumber daya secara baik dan bijak.


#MMDUB2025
#KELOMPOK49
#SDGs4
#SDGs12


Author: 
Intan Fitrianjani

Editor:
Achmad Munandar

Mahasiswa KKN-T IDBU 10 UNDIP Dukung Petani Jamur Kuping serta Kelompok Tani Lewat Edukasi Hukum, SOP, dan Digitalisasi

 


Loetju.idSebagai bentuk dukungan terhadap ketahanan ekonomi petani dan pelaku usaha mikro, Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) IDBU 10 Kelompok 2 Universitas Diponegoro di bawah bimbingan Dra. Ana Irhandayaningsih, M.Si, melaksanakan serangkaian program edukatif dan strategis di Dusun Kebon Kliwon, Desa Bergas Kidul. Program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat, khususnya kelompok tani dan pelaku UMKM, yang turut terlibat aktif dalam setiap rangkaian kegiatan. Fokus kegiatan mencakup penguatan literasi digital, peningkatan mutu budidaya, hingga edukasi hukum dalam transaksi dan pengelolaan keuangan, dengan tujuan membangun ekosistem usaha tani yang produktif, tertib, cakap hukum, dan adaptif terhadap tantangan zaman.

Kegiatan dimulai dengan edukasi dan branding digital untuk Kelompok Tani Sri Rahayu. Dalam pelatihan ini, anggota kelompok tani belajar membangun identitas visual usaha dan mengembangkan profil digital yang menarik dan informatif. Masyarakat terlihat antusias saat diperkenalkan dengan platform desain dan strategi komunikasi digital, serta berharap agar kemampuan ini dapat terus mereka kembangkan guna memperluas jangkauan pasar, baik lokal maupun daring.

Selanjutnya, Tim KKN memperkenalkan sistem digitalisasi pembukuan usaha tani yang melibatkan petani jamur dan padi. Pelatihan ini mengajarkan pencatatan keuangan sederhana menggunakan template digital yang praktis. Para peserta merasa terbantu karena selama ini mereka belum terbiasa mendokumentasikan transaksi usaha secara rapi. Harapannya, sistem ini dapat membantu mereka dalam mengelola keuangan secara mandiri, transparan, dan efisien.

Dari sisi teknis, pelatihan standarisasi budidaya jamur kuping juga mendapat respon positif dari petani. Edukasi ini mencakup prosedur SOP seperti pemilihan bibit, media tanam, penyiraman, hingga sanitasi dan waktu panen. Masyarakat berharap SOP ini dapat diterapkan secara berkelanjutan guna menghasilkan produk jamur berkualitas tinggi dan seragam, sehingga mampu bersaing di pasar yang lebih luas.

Kegiatan penyuluhan hukum mengenai kontrak jual beli juga mendapat perhatian serius. Petani yang sebelumnya belum memahami pentingnya kejelasan hukum dalam transaksi usaha berharap edukasi ini dapat melindungi mereka dari kerugian di masa depan, terutama saat berhubungan dengan pembeli atau mitra dagang.

Terakhir, penyuluhan mengenai risiko pinjaman formal dan non-formal menambah wawasan masyarakat mengenai pengelolaan modal usaha. Diskusi terbuka yang terjadi selama sesi menunjukkan bahwa petani memiliki pengalaman dan kekhawatiran terkait pinjaman. Mereka menyampaikan harapan agar edukasi seperti ini terus dilakukan agar tidak terjebak dalam praktik rentenir dan mampu mengelola keuangan dengan lebih bijak.

Secara keseluruhan, keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh kegiatan ini menunjukkan tingginya semangat belajar dan keinginan untuk berkembang. Petani  berharap agar pendampingan dan program serupa dapat terus dilanjutkan agar potensi desa tidak hanya berkembang secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan legal. Upaya ini menjadi langkah nyata menuju masyarakat yang mandiri, tangguh, dan melek informasi.



Editor:
Achmad Munandar

Mahasiswa KKN-T UNDIP IDBU 10 Memberi Edukasi Mengenai MP-ASI Berbasis Pangan Lokal, Solusi Gizi Cerdas dan Pemasaran Produk untuk Ibu dan Balita

 


Loetju.idDalam upaya mendorong pemenuhan gizi anak usia dini sekaligus memberdayakan potensi lokal, Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) IDBU 10 Kelompok 2 Universitas Diponegoro dengan Dosen Pembimbing Dra. Ana Irhandayaningsih, M.Si, mengadakan kegiatan sosialisasi, edukasi, dan simulasi inovasi produk MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) berbasis jamur kuping dan beras hitam, yang dirangkaikan dengan pelatihan pemasaran menggunakan pendekatan 4P (Product, Price, Place, Promotion). Kegiatan ini dilaksanakan pada Minggu, 13 Juli 2025, di Dusun Kebon Kliwon, Desa Bergas Kidul, dengan melibatkan partisipasi aktif dari kader posyandu, ibu rumah tangga, serta pelaku usaha rumahan. Keterlibatan masyarakat terlihat dari antusiasme peserta dalam mengikuti setiap sesi, berdiskusi, serta mencoba praktik langsung pembuatan bubur MP-ASI.

Tim KKN memperkenalkan menu MP-ASI inovatif yang memanfaatkan jamur kuping sebagai sumber protein nabati dan beras hitam sebagai karbohidrat kompleks kaya serat dan antioksidan. Kedua bahan ini merupakan potensi lokal yang selama ini belum diolah secara maksimal, terutama dalam konteks makanan bayi. Melalui pengolahan sederhana, peserta diyakinkan bahwa pangan lokal dapat menjadi solusi sehat, bergizi, dan ekonomis untuk mendukung tumbuh kembang anak.

Selain aspek gizi, peserta juga dibekali pengetahuan mengenai strategi pemasaran produk melalui konsep 4P. Dimulai dari mengenal keunggulan produk (Product), strategi penyesuaian harga (Price), potensi distribusi lokal dan digital (Place), hingga promosi kreatif melalui kemasan menarik dan pemanfaatan media sosial (Promotion). Masyarakat sangat antusias, terutama para ibu, karena materi yang disampaikan dianggap relevan dan mudah diterapkan.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang edukasi, tetapi juga pemberdayaan ekonomi berbasis keluarga. Warga menyampaikan harapan agar pelatihan serupa dapat dilakukan secara berkelanjutan, dengan pendampingan lanjutan, sehingga mereka dapat mengembangkan usaha kecil secara mandiri. Harapan lainnya adalah munculnya kelompok ibu produktif yang fokus pada pengolahan MP-ASI lokal untuk konsumsi sendiri maupun penjualan.

Dengan adanya kegiatan ini, Dusun Kebon Kliwon menunjukkan bahwa inovasi pangan berbasis potensi lokal dapat berjalan seiring dengan penguatan ekonomi dan pemenuhan gizi anak. Ketika pengetahuan gizi dipadukan dengan strategi pemasaran, serta dibarengi semangat kolaboratif masyarakat, maka terwujudlah langkah awal menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan berdaya.



Editor:
Achmad Munandar

Rabu, 09 Juli 2025

One More Light, Rilis Single "412", Tentang Maaf Yang Tak Sempat Terucap dan Hasrat Mendalam Untuk Kembali Bersatu

 



Loetju.idUnit Sophisti Pop Kota Malang, One More Light akan merilis single ke-3 mereka yang berjudul "412" pada 15 Juli mendatang. One More Light adalah Nindi Cahya Sahputra (vokal), Pradhita Wahyu Alfarezy (gitar), dan Randa Kresna Putra Pangestu (gitar) yang terbentuk tanggal 1 Januari 2023. Di single ke-3 ini One More Light mengadaptasi pop ballad dan sedikit RnB untuk menghantarkan nuansa kesedihan pada lagu ini.

Lirik “412” dari One More Light merangkum penyesalan mendalam seseorang atas kepergiannya di masa lalu yang menyebabkan luka bagi orang yang dicintainya. Namun karena penyebab perpisahan tersebut dahulu karena keegoisan penulis dan menimbulkan rasa sakit bagi sang mantan, permintaan maaf itu segan untuk diungkapkan. Akhirnya One More Light memilih simbol angka 412 yang mewakili elemen-elemen personal di momen kepergian tersebut sebagai perwujudan permintaan maaf yang tak terucap.

"Makna angka 412 ini sebagai penulis lirik adalah sebagai angka pengingat untuk sebuah penyesalan, dan kehilangan seseorang yang dicintai. Untuk kita mau mengakui kesalahan kita di masa lalu yang tak sempat terucap." Kenapa angka 412, karena angka ini mengingatkan pada suatu hal yang spesial pada saat itu dan angka ini diharapkan menjadi simbol permintaan maaf yang tak pernah terucap," tutur Rezy sang gitaris
 
Proses produksi lagu “412” dari One More Light melibatkan kolaborasi erat antar personel band dan tim kreatif. Komposisi musik dikerjakan oleh Pradhita Wahyu Alfarezy (Rezy), Randa Kresna Putra Pangestu (Randa), dan Nindi Cahya Sahputra (Cahya), dengan lirik ditulis oleh Rezy. Dalam perekaman, Cahya mengisi vokal utama, sementara Rezy dan Randa turut berkontribusi pada gitar dan vokal. Sentuhan tambahan pada keyboard dan synth diisi oleh Benny K. Wijaya. Lagu ini diproduseri dan diarahkan secara musikal oleh Rezy, bersama Randa dan Cahya. Proses rekaman dilakukan di Rama Project Studio, dengan mixing dan mastering ditangani oleh Rama Satria Mahriadi. Untuk aspek visual, artwork dikerjakan oleh Cahya, dan sesi foto ditangani oleh KuyStudio.

Durasi yang dihabiskan untuk produksi “412” adalah selama sebulan dari 2 Februari - 2 Maret 2025. Kendala utama yaitu pada songwriting, di mana mereka ingin jujur memperlakukan lagu ini sebagai curhatan personal, namun mengingat lagu ini untuk didengarkan secara umum maka harus diperluas sudut pandangnya. One More Light juga harus mengubah pola produksi dengan mengurangi beberapa instrumen yang dimasukkan di lagu sebelumnya. Tak banyak pula waktu yang dicurahkan untuk produksi karena juga diselingi menyusun materi lagu lainnya dan promosi lagu-lagu sebelumnya. 

“Kendala dalam lagu ini, kendalanya kita ingin lagu ini tersampaikan secara lebih personal dan di mana kita harus mengurangi instrumen yang biasanya kami pakai dilagu-lagu sebelumnya. Waktu kami juga terbatas karena kami sibuk menyusun materi lagu kami dan promosi lagu-lagu kami sebelumnya,” tutur Rezy
One More Light juga merencanakan beberapa hal lagi setelah rilis “412”. Rencananya selain campaign dan promosi lagu ini, One More Light juga akan membuat live session.

“Rencana setelah rilis lagu ini, kami akan melakukan campaign dan promosi lagu ini. Kami juga akan membuat live session setelah agenda, campaign dan promosi selesai,”pungkas Rezy

Single “412” akan segera hadir di semua DSP pada 15 Juli. -alfan-

Tentang One More Light: 
One More Light yang dihuni Nindi Cahya Sahputra (vokal), Pradhita Wahyu Alfarezy (gitar), dan Randa Kresna Putra Pangestu (gitar) terbentuk tanggal 1 Januari 2023. Awal One More Light terbentuk karena saat akhir 2022 Rezy sedang stuck dengan project bandnya saat itu dan Cahya dan Randa juga sedang stuck dengan project musiknya. Karena sering kumpul di cafe Roemah AV milik Rezy dan sering bertukar pikiran ide musik dengan Randa dan Cahya, akhirnya mereka membuat band bersama. Alasan mereka bertiga dalam membentuk One More Light adalah ingin membuat band dengan genre yang belum pernah mereka buat di project musik mereka masing-masing sebelumnya. Mereka berharap One More Light Menjadi tempat eksplorasi dalam bermusik dan berkarya. One More Light merupakan Nindi Cahya (Vokal), Rezy Russel (Gitar). Mereka merilis single pertama yang berjudul “With You” pada 14 Desember 2023. Pada 6 September 2024, One More Light telah merilis single kedua berjudul “Calista”. Kini Pada 15 Juli akan merilis single ke 3 mereka yang berjudul "412" . Di single ke-3 ini One More Light Lebih mengadaptasi pop ballad dan sedikit RnB  untuk menghantarkan nuansa kesedihan pada lagu ini.


Selasa, 08 Juli 2025

Belajar Sambil Bermain: Mahasiswa KKN-T UNDIP Tumbuhkan Kreativitas Anak Lewat Aquascape!


Mahasiswa Universitas Diponegoro yang tengah menjalani KKN-T di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, mengabadikan momen kebersamaan dengan anak-anak usai melaksanakan kegiatan “Kreativitas Anak Dan Edukasi Lingkungan Melalui Aquascape Mini” pada Selasa (1/07/2025).

Loetju.idSukorejo, Sragen - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Diponegoro yang tergabung dalam program KKNT-IDBU 42 kembali memberikan inovasi dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Kali ini, mereka dalam rangka mendukung pembelajaran kreatif sekaligus menanamkan rasa cinta lingkungan sejak dini dan pendampingan pembuatan aquascape mini menggunakan toples, Anisa Paramesti selaku mahasiswa Program Studi Akuakultur Universitas Diponegoro telah melaksanakan program penyuluhan bertema “Kreativitas Anak dan Edukasi Lingkungan melalui Aquascape Mini” pada hari Selasa, 1 Juli 2025, Kegiatan yang berlangsung bertempat di GOR Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Kegiatan ini merupakan bagian dari program kerja Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang berfokus pada pendidikan anak dan pelestarian lingkungan, dan juga antusias belajar dan berkreasi pada anak. 

Kegiatan ini diikuti oleh sebanyak 32 anak dari berbagai jenjang usia, mulai dari PAUD hingga Sekolah Dasar. Suasana kegiatan berlangsung meriah, penuh semangat, dan sangat interaktif. Anak-anak tampak antusias mengikuti rangkaian acara dari awal hingga akhir.

Kegiatan dimulai dengan pengenalan tentang aquascape mini, yaitu taman kecil di dalam akuarium yang terdiri dari batu, pasir, tanaman air, dan hewan air kecil seperti ikan atau keong. Anak-anak dikenalkan dengan konsep sederhana tentang ekosistem air dan peran penting setiap elemen di dalamnya. Mereka belajar bahwa tanaman air membantu menjaga kebersihan air, ikan membantu mengendalikan jentik nyamuk, dan semua bagian saling berkaitan agar tetap seimbang.

Penjelasan dilakukan dengan cara yang menyenangkan, menggunakan gambar, alat peraga, dan contoh nyata. Dengan metode ini, anak-anak lebih mudah memahami isi materi dan merasa tertarik untuk terlibat langsung.

Mahasiswa KKN-T UNDIP mengajak anak-anak Desa Sukorejo belajar mencintai lingkungan lewat kreasi Aquascape Mini dari toples.

Setelah sesi penjelasan, anak-anak diajak langsung membuat aquascape mini mereka sendiri. Masing-masing kelompok dibimbing oleh mahasiswa KKN dalam menyusun batu, menanam tanaman air, menambahkan pasir, dan menghias sesuai imajinasi mereka. Kegiatan ini menjadi momen yang sangat menyenangkan karena anak-anak bebas berkreasi sesuai keinginan mereka. Selain membuat aquascape, anak-anak juga mengikuti sesi mewarnai totebag kain dengan gambar bertema lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih motorik halus dan menambah semangat belajar melalui media visual.

Program ini tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan menyenangkan, tetapi juga berhasil menanamkan nilai kepedulian terhadap lingkungan. Anak-anak belajar untuk merawat makhluk hidup dan menyadari pentingnya menjaga kebersihan serta keseimbangan alam sejak dini. Mereka juga belajar bekerja sama, berani mencoba, dan bangga atas hasil karya sendiri.

Program ini merupakan bagian dari pelaksanaan KKNT-IDBU 42 Universitas Diponegoro, di bawah koordinasi Ketua Pelaksana Dr. Ir. Cahya Setya Utama, S.Pt., M.Si., IPM. Melalui kegiatan ini, diharapkan anak-anak di Desa Sukorejo dapat tumbuh menjadi generasi yang kreatif, peduli lingkungan, dan bertanggung jawab. Semoga kegiatan serupa dapat terus dilakukan secara berkelanjutan dan menjangkau lebih banyak anak-anak di daerah lain. Aquascape mini bukan hanya media bermain, tapi juga jendela edukasi yang kaya makna.



Editor:
Achmad Munandar

Single Terbaru Dazzle A Void Within Ekspresi Kecemasan Yang Melelahkan Dalam Episode Manik

 



Loetju.idMalang, 4 Juli 2025 - Unit crossover/thrash metal asal Malang, Dazzle, resmi merilis single terbaru bertajuk “A Void Within” melalui kanal musik digital Bandcamp. Rilisan ini menandai kembalinya Dazzle setelah dua tahun sejak peluncuran maxi single “Magic and Mystery”. Selama durasi dua tahun tersebut, unit crossover/thrash metal Kota Malang ini tak berhenti bertransformasi, dan kini mereka tiba pada titik eksplorasinya di sudut transendental dalam diri manusia. Single ini pula diluncurkan tepat setelah kepulangan mereka dari Concrete Jungle Fest 2025 di Krung Thep Maha Nakhon (Bangkok), Thailand

Terinspirasi dari pengalaman personal dan permenungan eksistensial, “A Void Within” menyuguhkan raungan abstrak dari ruang hampa tanpa nama - sebuah cerminan kegelisahan batin dan kekacauan batiniah yang meledak-ledak menuju kekosongan. Lagu ini dibuka dengan dentuman drum dan bassline yang intens, membawa pendengar menyusuri lorong-lorong sempit sistem saraf, sebelum dihantam oleh power chord eksplosif. Ritme yang variatif, melodi gitar bernuansa 80-an, dan distorsi padat berpadu membentuk atmosfer solid yang manis sekaligus gahar.

Secara liris, “A Void Within” adalah narasi simbolik dan penuh paradoks yang setiap barisnya memuat analogi sederhana dalam mengekspresikan kecemasan yang melelahkan. Lagu ini secara tepat merangkum episode manik yang kerap menyergap, mewujudkan ketidakberdayaan dalam tangisan yang senyap. Lagu ini menjadi perwujudan keberanian untuk merangkul sunyi, bukan sekadar sebagai pelarian, tetapi sebagai penunjuk jalan.
Dengan pendekatan spiritualitas yang berbeda dari sebelumnya, alih-alih menawarkan solusi atau jalan keluar, mereka memilih menjadi rekan perjalanan - teman seperjalanan dalam proses pencarian diri yang penuh kabut, bising, dan sering kali menyakitkan. “A Void Within” bukan hanya lagu, tetapi pengalaman kolektif tentang kerapuhan, ketika menghadapi episode manik dan fase-fase ketika menjalani proses kreatif. Ternyata, episode manik tidak hanya terjadi ketika seseorang mempunyai bipolar namun juga ketika saat stress, mengalami gangguan tidur, atau dalam perubahan musim. Gangguan tidur dan stress juga sering terjadi ketika dalam proses kreatif. Dalam hal ini Syahidan sang penulis lirik juga berprofesi sebagai seorang desainer grafis lepas.

“Ini cuma suara jujur dari momen yang tidak stabil dan saya tulis ketika setelah mengalami episode manic, mendinginkan kepala dan mencoba meringkas apa yang terjadi. Waktu itu, pikiran dan emosi rasanya nggak bisa dikontrol - semuanya terlalu cepat, terlalu padat, terlalu ramai. Di satu sisi rasanya semangat banget, tapi di sisi lain juga gelap dan kosong banget. Lirik ini jadi cara saya untuk ngeluarin semua kekacauan yang menumpuk di kepala—tentang rasa kehilangan arah, ketakutan, dan rasa kechaos-an yang semua itu yang tidak terlihat dari luar bahkan bisa jadi terkadang tanpa saya sadari.,” tutur Syahidan sang bassist dan penulis lirik.

Dalam single ini, Dazzle menghadirkan kolaborasi spesial dari Galih Arlanosa yang menyumbangkan vokal tamu penuh kepedihan, serta Evan Ramadhani yang memperkaya lapisan emosi lewat petikan gitar melodi yang mencabik. Bersama formasi terkini—Agan Iksar (vokal), Eltria Raffi (gitar melodi), M. Charis Hidayat (gitar ritem), Syahidan Khafila (bass), dan M. Ardyan Firmansyah (drum)—Dazzle mempertegas komitmennya sebagai entitas musikal yang terus berevolusi, baik secara musikal maupun tematik. 

Proses produksi “A Void Within” melibatkan beberapa studio rekaman dan tenaga kreatif yang mumpuni.  Sesi drum direkam secara terpisah di Creatorix Studio pada 24 April 2025. Sementara seluruh instrumen gitar, bass, dan vokal  direkam di 202 Sonic Lab pada 30 April 2025. Untuk mencapai kualitas audio yang solid dan seimbang, tahap mixing dan mastering dipercayakan kepada Satrio Utomo dari Griffin Studio. Sementara itu, dimensi visual dari rilisan ini turut diperkuat melalui ilustrasi sampul karya seniman visual @I.wanna.puke, yang menghadirkan interpretasi visual yang selaras dengan atmosfer lagu.

Sebagai bagian dari perjalanan menuju album penuh yang tengah digarap, Hadir di semua DSP per tanggal 4 Juli 2025, single “A Void Within” menjadi pengantar untuk menyelami arah musikal dan tematik Dazzle ke depan. -Anang Porwoko, edited by Alfan Rahadi-


Tentang Dazzle: 
Dazzle adalah band asal Malang yang memainkan musik crossover hardcore atau thrash metal. Band ini terbentuk pada awal tahun 2021 dan telah merilis beberapa karya, termasuk EP "Vanity and Void" dan single "Revenge Is Mine" serta "Magic and Mystery". Dazzle dikenal dengan perpaduan elemen hardcore punk dan thrash metal, serta terinspirasi oleh band-band seperti Red Death, Iron Age, dan Metallica. Dazzle saat ini beranggotakan Agan Iksar (Lead Vocals), Eltria Raffi (Lead Guitars), M. Charis Hidayat (Rhythm Guitars), Syahidan Khafila (Bass Guitars), dan M. Ardyan Firmansyah (Drums). Kini setelah Tur Asia Tenggara pada 2023 dan Diundang di Concrete Jungle Fest 2025 di Thailand, Dazzle rilis single terbaru berjudul “A Void Within”

Selasa, 01 Juli 2025

The Memory Police: Ketika Ingatan Pun Bisa "Dihapus"

 



Loetju.id - Halo, guys! Pernah kebayang gak sih kalau bangun tidur terus tiba-tiba ada benda atau bahkan konsep abstrak yang lenyap dari dunia? Misalnya, kamu lagi asyik minum kopi, eh besoknya kopi itu udah gak ada, dan yang lebih creepy, ingatan tentang kopi juga ikut hilang? Nah, kalau kamu mikir ini cuma ada di film sci-fi, well, Yoko Ogawa lewat novel The Memory Police ini bakal ngajak kita ngerasain sensasi itu. Novel ini bukan cuma sekadar cerita fiksi biasa yang bikin kita mikir, "Kok bisa ya?", tapi juga semacam cermin buat ngeliat betapa rapuhnya kebebasan dan identitas kita kalau ada kekuatan yang coba-coba ngontrol segalanya. Jadi, siapkah kalian buat menyelami dunia di mana ingatan itu bisa jadi barang yang langka dan sangat berharga?


Latar Belakang: Apa Itu Distopia, dan Kenapa Penting?
Oke, sebelum kita bedah habis-habisan novel ini, ada baiknya kita refresh dulu nih, apa sih sebenarnya distopia itu? Kalau diibaratkan, distopia itu kayak bad cop atau sisi gelapnya dari utopia. Kalau utopia itu adalah dunia ideal yang semua orang mau (kayak liburan di pantai tiap hari tanpa perlu kerja), nah distopia itu kebalikannya. Ini adalah gambaran masyarakat yang rusak parah, seringkali dikendalikan oleh rezim yang otoriter, dan hidup warganya penuh tekanan. Intinya, dunia yang "kayaknya udah selesai" karena segala kebebasan udah dicabut.
Biasanya, novel-novel distopia punya ciri khas yang bikin kita langsung, "Oh, ini distopia!" Misalnya:


• Pemerintahan atau Kekuatan Otoriter: Ada entitas yang punya kuasa absolut dan seenaknya sendiri ngatur hidup orang. Mereka bisa jadi pemerintah, organisasi rahasia, atau bahkan konsep yang enggak kelihatan.

• Hilangnya Individu: Warga di sana cenderung kehilangan identitas pribadi mereka. Mereka cuma jadi bagian dari mesin besar yang dikendalikan, dan individualitas dianggap bahaya.

• Kontrol Informasi dan Propaganda: Informasi itu kayak oksigen bagi masyarakat distopia. Makanya, seringkali informasi dimanipulasi, dibatasi, atau bahkan ada propaganda gede-gedean biar warga enggak mikir kritis.

• Perasaan Putus Asa dan Keterasingan: Tokoh-tokohnya sering merasa terjebak, enggak berdaya, dan sendirian. Harapan itu kayak ilusi yang susah digapai.

• Teknologi yang Salah Guna: Teknologi yang seharusnya bantu manusia, malah jadi alat buat ngontrol atau memata-matai.


Novel distopia klasik kayak 1984-nya George Orwell atau Brave New World-nya Aldous Huxley itu udah jadi "kitab suci" buat ngelihat gimana bahayanya kalau sebuah masyarakat dikontrol habis-habisan sampai ke pikiran. Mereka ngasih warning keras buat kita.


Membedah The Memory Police dengan Kacamata Distopia
Nah, sekarang kita masuk ke bagian serunya: gimana sih The Memory Police ini fit banget sama ciri-ciri distopia yang udah kita bahas tadi? Novel ini bercerita tentang seorang penulis novel muda di sebuah pulau yang aneh. Di pulau ini, benda-benda, bahkan hal-hal abstrak, bisa "menghilang". Bukan hilang kayak kecopetan ya, tapi hilang dari keberadaan dan dari ingatan semua orang. Contohnya, ada hari di mana semua lonceng di pulau itu menghilang, dan besoknya, enggak ada yang ingat lagi lonceng itu apa atau bunyinya gimana. Yang bikin merinding, ada kelompok misterius bernama Memory Police yang tugasnya mastiin semua yang "dihapus" itu beneran hilang, termasuk dari memori kolektif. Mereka enggak segan-segan nyari dan "menghilangkan" orang yang dicurigai masih menyimpan ingatan yang udah dihapus.


1. Kekuatan Otoriter yang Tak Terlihat (Tapi Ada Banget):
Di The Memory Police, kita enggak ketemu dengan sosok diktator atau pemerintah yang jelas-jelas ngomong, "Saya yang ngatur!" Tapi, keberadaan Memory Police itu sendiri udah jadi representasi kekuasaan otoriter yang menakutkan. Mereka punya wewenang buat memutuskan apa yang boleh ada dan apa yang harus hilang. Mereka bisa masuk ke rumah siapa pun, menggeledah, dan menyeret pergi siapa pun yang dianggap "berbeda" karena masih punya ingatan yang udah enggak seharusnya ada. Ini nunjukkin kalau kontrol itu enggak cuma di level negara, tapi sampai ke level personal banget, bahkan ke dalam pikiran kita.

2. Hilangnya Individu dan Esensi Kemanusiaan:
Ini poin paling nendang di novel ini. Kalau ingatan tentang "pita" atau "burung" aja bisa hilang, bayangin kalau ingatan tentang keluarga, cinta, atau bahkan diri sendiri ikut lenyap? Penghapusan ini secara perlahan mengikis identitas individu dan kolektif. Orang-orang jadi robot yang enggak punya masa lalu, enggak punya memori yang membentuk siapa mereka. Tokoh utama, yang seorang penulis, mati-matian berusaha melawan penghapusan ini dengan menyembunyikan editornya yang entah kenapa masih bisa mengingat hal-hal yang sudah dihapus. Perjuangan dia buat mempertahankan ingatan itu bukan cuma soal mempertahankan benda, tapi mempertahankan siapa dirinya dan apa yang penting dalam hidup. Ini kayak, "Kalau ingatan saya hilang, apa yang tersisa dari saya?"

3. Manipulasi Realitas dan Kontrol Informasi:
Penghapusan objek dan ingatan itu sendiri adalah bentuk kontrol informasi yang paling ekstrem dan mind-blowing. Bukan cuma informasi yang disaring atau dimanipulasi, tapi realitas itu sendiri yang diubah. Apa yang kemarin ada, hari ini bisa jadi enggak pernah ada. Masyarakat dipaksa untuk menerima realitas yang terus bergeser dan diatur oleh kekuatan tak terlihat. Ini mirip banget dengan bagaimana di era digital sekarang, hoax dan disinformasi bisa bikin kita bingung mana yang fakta dan mana yang fiksi. Bayangin, kalau yang dihapus bukan cuma berita palsu, tapi memang "benda"-nya sekalian!

4. Keputusasaan dan Perlawanan yang Sunyi:
Meskipun banyak warga pulau yang pasrah dan menerima nasib, ada juga yang mencoba melawan. Perlawanan ini enggak kayak demo besar-besaran atau revolusi bersenjata. Tapi, lebih ke perlawanan yang sangat personal dan sunyi. Tokoh utama yang berusaha keras menyembunyikan editornya adalah bentuk perlawanan paling nyata. Tindakan-tindakan kecil ini nunjukkin kalau di tengah sistem yang menindas, masih ada secercah harapan. Ini juga nunjukkin kalau nilai-nilai kemanusiaan kayak empati, keberanian, dan keinginan buat mempertahankan kebenaran itu enggak pernah mati, meskipun dalam bentuk yang paling rapuh sekalipun.


Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Kisah Seram
The Memory Police adalah contoh distopia yang brilian dan relevan banget di zaman kita. Ogawa enggak perlu nampilin kekerasan fisik yang brutal buat nunjukkin betapa menakutkannya sebuah rezim otoriter. Cukup dengan ide "menghapus" ingatan, dia udah berhasil nunjukkin bagaimana sebuah masyarakat bisa kehilangan esensinya. Novel ini ngajak kita buat mikir: seberapa penting sih ingatan itu buat kita sebagai manusia? Apa jadinya kalau ingatan kita bisa diutak-atik atau bahkan dihapus?

Jadi, setelah baca analisis ini, gimana menurut kalian? Apakah kita, sebagai individu dan masyarakat, sudah cukup kuat untuk melawan kalau ingatan kita, atau bahkan realitas kita, coba dihapus? Dan, apa sih hal paling berharga yang akan kalian perjuangkan agar tidak lenyap dari ingatan?



Oleh: 
Zsa Zsa Tsabita Mizhari 
Mahasiswi Sastra Jepang 
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas Padang 2024/2025

Totto-chan, Si Anak Ajaib yang Nggak Ngebosenin

 



Loetju.idPernah nggak sih kalian ngerasa kalau masa kecil itu penuh teka-teki, misteri, dan kadang bikin kita mikir, "Kok bisa ya kayak gitu?" Nah, novel Totto-chan Si Gadis Kecil di Jendela ini ngajak kita buat menyelami dunia seorang anak dengan sudut pandang yang unik dan jujur. Totto-chan, si karakter utama, bukan cuma sekadar anak kecil biasa. Dia punya cara pandang yang beda, bikin kita geleng-geleng kepala sekaligus senyum-senyum sendiri. Karya Tetsuko Kuroyanagi ini bukan cuma cerita anak-anak lho, tapi juga refleksi mendalam tentang pendidikan, kebebasan, dan gimana lingkungan bisa ngebentuk kepribadian seseorang. Jadi, siap-siap ya buat diajak mikir bareng tentang Totto-chan yang super duper asyik ini, kira-kira apa ya yang bikin dia begitu spesial?


Latar Belakang

Ngulik Totto-chan dari Sudut Pandang Psikoanalisis dan Sosiologi Sastra
Oke, sekarang kita masuk ke bagian inti, gimana sih novel ini bisa kita bedah pakai teori Psikoanalisis dan Sosiologi Sastra? Tenang, nggak bakal bikin pusing tujuh keliling kok! Kita bakal bahas satu per satu biar gampang dicerna.


Psikoanalisis: Menguak Dunia Batin Totto-chan
Teori psikoanalisis ala Sigmund Freud itu ibarat kunci buat ngebuka kotak pandora pikiran dan perasaan Totto-chan. Kita bisa lihat gimana id, ego, dan superego-nya Totto-chan saling berinteraksi, membentuk kepribadiannya yang unik.

Id-nya Totto-chan ini kelihatan banget dari keinginannya yang spontan dan nggak terbatas, kayak pas dia sering keluar-masuk jendela kelas atau semangat banget pas disuruh nyanyi di atas pohon. Dia cenderung ngikutin kesenangan dan dorongan primitif tanpa banyak mikir konsekuensi atau aturan. Ini adalah sisi Totto-chan yang murni, penuh rasa ingin tahu, dan sedikit "liar" dalam batas kewajaran anak-anak.

Nah, ego Totto-chan mulai berkembang pas dia berhadapan sama realitas yang nggak selalu sesuai keinginannya. Contohnya, pas dia harus pindah sekolah karena "kenakalan"nya di sekolah lama. Awalnya, mungkin ada resistensi dari id-nya, tapi egonya belajar beradaptasi dan mencari cara buat bisa diterima di lingkungan baru, yaitu di Tomoe Gakuen. Sekolah ini jadi semacam "laboratorium" buat egonya berkembang. Di Tomoe, dia nggak langsung dihukum atau dibatasi secara keras, tapi malah diajak buat memahami dirinya dan lingkungannya. Kepala Sekolah Kobayashi yang bijak memberikan kebebasan yang terarah, memungkinkan Totto-chan mengembangkan egonya secara sehat, belajar mengelola dorongan id-nya tanpa harus menekan total sisi spontannya.

Terus, gimana dengan superego-nya? Superego Totto-chan ini terbentuk dari nilai-nilai dan norma yang dia dapat, terutama dari orang tuanya dan Kepala Sekolah Kobayashi. Meskipun Totto-chan terkesan "nakal" atau "berbeda" di awal, dia punya hati yang baik, rasa empati yang tinggi, dan keinginan untuk berbuat benar. Misalnya, dia peduli sama teman-temannya yang berbeda, berusaha jujur, dan belajar untuk berbagi. Kepala Sekolah Kobayashi dengan pendekatannya yang unik, justru membantu Totto-chan mengembangkan superego-nya tanpa harus menekan id dan egonya. Metode pendidikan yang tidak menghakimi tapi membimbing, membuat Totto-chan tumbuh jadi pribadi yang otentik, nggak cuma patuh tapi juga punya kesadaran moral yang kuat dari dalam dirinya.

Selain itu, kita juga bisa lho, ngelihat mekanisme pertahanan diri Totto-chan. Contohnya, pas dia merasa nggak dimengerti di sekolah lamanya, dia mungkin bereaksi dengan tindakan yang "dianggap" nakal sebagai bentuk regresi (kembali ke perilaku yang lebih kekanak-kanakan) atau proyeksi (mengalihkan perasaan tidak nyaman ke lingkungan). Dia mungkin merasa "tidak cocok" dan mengekspresikannya melalui perilaku yang dianggap tidak biasa. Tapi, di Tomoe Gakuen, dia menemukan lingkungan yang suportif dan pengertian, sehingga mekanisme pertahanan dirinya nggak lagi dominan dalam bentuk "kenakalan" tapi lebih ke eksplorasi diri dan kreativitas. Seru kan, ngeliat sisi psikologis Totto-chan ini yang bikin kita makin paham kenapa dia bertingkah begitu?


Sosiologi Sastra: Totto-chan dan Lingkungannya
Nggak cuma dari sisi psikologis, novel ini juga kaya banget buat dianalisis pakai kacamata Sosiologi Sastra. Novel ini nunjukkin gimana hubungan antara individu (Totto-chan) dan masyarakat (lingkungan sekolah dan keluarga) itu saling memengaruhi dan membentuk.

Tomoe Gakuen ini bukan cuma sekadar sekolah, tapi juga representasi dari sebuah utopia sosial dalam lingkup mikro. Di sini, nilai-nilai pendidikan konvensional yang kaku dibongkar habis. Kepala Sekolah Kobayashi membangun sistem yang menekankan kebebasan berekspresi, kreativitas, dan penghargaan terhadap individualitas setiap murid. Ini kontras banget sama sistem sekolah di luar yang cenderung seragam, kaku, dan menekan kreativitas anak-anak. Novel ini jadi semacam kritik sosial terhadap sistem pendidikan yang otoriter dan tidak manusiawi yang mungkin ada di Jepang pada masa itu, dan mungkin juga di tempat lain.

Kita bisa lihat juga struktur sosial yang ada di Tomoe Gakuen. Meskipun ada Kepala Sekolah sebagai pimpinan, hubungan antara guru dan murid itu lebih cair dan setara. Nggak ada hierarki yang bikin murid takut atau minder. Ini nunjukkin gimana institusi pendidikan bisa jadi agen perubahan sosial, lho, dengan menawarkan alternatif model pendidikan yang lebih inklusif dan humanis.

Selain itu, novel ini juga menggambarkan stratifikasi sosial secara implisit. Murid-murid di Tomoe Gakuen berasal dari berbagai latar belakang, ada yang kaya, ada yang biasa saja, bahkan ada yang memiliki disabilitas fisik. Tapi, di sekolah itu, semua diperlakukan sama, dihargai keunikannya, dan diberi kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. Ini nunjukkin nilai-nilai egalitarianisme yang kuat dan dianut oleh Kepala Sekolah Kobayashi, yang melihat setiap anak sebagai individu yang berharga tanpa memandang status atau kondisi fisik mereka.

Nggak cuma di sekolah, lingkungan keluarga Totto-chan juga punya peran penting. Orang tua Totto-chan itu open-minded banget dan selalu mendukung anaknya, bahkan pas Totto-chan dianggap "bermasalah" di sekolah lamanya. Mereka nggak langsung menghakimi atau memarahi, tapi berusaha mencari solusi terbaik buat Totto-chan, yaitu dengan mencarikan sekolah yang lebih sesuai dengan karakternya. Mereka percaya pada potensi anaknya dan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Ini nunjukkin gimana agen sosialisasi utama (keluarga) sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak, dan betapa pentingnya dukungan keluarga dalam mengembangkan potensi anak secara maksimal.
Jadi, novel ini nggak cuma cerita tentang Totto-chan, tapi juga cerminan dari kondisi sosial dan budaya Jepang pada masa itu, serta kritik terhadap sistem yang ada. Lewat cerita Totto-chan, kita jadi bisa ngelihat gimana masyarakat memandang pendidikan, individualitas, dan kebebasan. Kebayang kan, betapa kompleksnya novel ini buat dianalisis dari berbagai sudut pandang?


Kesimpulan: 

Totto-chan, Lebih dari Sekadar Anak Biasa
Setelah kita bedah bareng-bareng pakai pisau analisis psikoanalisis dan sosiologi sastra, jadi makin kelihatan kan kalau novel Totto-chan Si Gadis Kecil di Jendela ini emang bukan novel biasa. Totto-chan bukan cuma si gadis kecil yang polos dan cenderung "nakal", tapi juga representasi dari pergulatan batin seorang individu yang berusaha menemukan tempatnya di dunia dan diterima apa adanya.

Dari kacamata psikoanalisis, kita bisa paham gimana kepribadian Totto-chan itu terbentuk, mulai dari dorongan-dorongan alamiahnya yang spontan (id), proses adaptasinya sama realitas (ego), sampai pembentukan nilai-nilai moral dalam dirinya (superego) yang berkembang berkat lingkungan yang suportif. Interaksi dinamis antara id, ego, dan superego-nya jadi kunci buat memahami kenapa Totto-chan bertindak seperti itu, dan gimana dia tumbuh jadi pribadi yang unik dan otentik.

Sementara itu, dari sisi sosiologi sastra, novel ini nunjukkin banget gimana lingkungan, khususnya sekolah Tomoe Gakuen dan keluarga, punya peran besar dalam membentuk karakter Totto-chan. Novel ini juga jadi kritik yang elegan terhadap sistem pendidikan yang kaku dan nunjukkin potensi sebuah lingkungan yang suportif dan inklusif untuk menciptakan individu-individu yang kreatif, berempati, dan bahagia. Ini adalah contoh bagaimana sastra bisa menjadi cermin bagi masyarakat dan sekaligus menawarkan visi untuk perubahan.

Novel ini ngajak kita buat mikir ulang tentang definisi "normal" dan "pendidikan yang baik." Totto-chan, dengan segala keunikan dan "kenakalannya," justru tumbuh jadi pribadi yang luar biasa karena dia diberi ruang buat jadi dirinya sendiri, dihargai, dan dipahami. Jadi, bisa dibilang, novel ini bukan cuma kisah Totto-chan yang menggemaskan, tapi juga pelajaran berharga buat kita semua tentang pentingnya memahami dan menghargai setiap individu, serta bagaimana lingkungan yang tepat bisa membuka potensi tak terbatas dalam diri seseorang. Kira-kira, setelah menganalisis novel ini, apa lagi ya yang bisa kita pelajari dari kisah Totto-chan untuk diterapkan dalam kehidupan nyata?



Oleh: 
Zsa Zsa Tsabita Mizhari 
Mahasiswi Sastra Jepang 
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas Padang 2024/2025

Refleksi Kebutuhan Anak dalam Pendidikan: Analisis Terhadap Totto-chan dengan Teori Maslow

 



Loetju.id - Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter dan potensi seorang anak. Namun, sistem pendidikan yang terlalu kaku dan menuntut keseragaman sering kali menghambat tumbuhnya ekspresi diri dan kebebasan anak dalam belajar. Jepang, sebagai negara maju yang terkenal dengan sistem pendidikannya yang disiplin dan terstruktur, ternyata juga memiliki sejarah pendidikan alternatif yang menekankan pada kebebasan, kreativitas, dan kebutuhan individual anak. Salah satu bentuk kritik dan refleksi terhadap sistem pendidikan konvensional dapat ditemukan dalam novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi. Novel ini merupakan autobiografi masa kecil penulis yang menggambarkan pengalamannya belajar di sekolah Tomoe Gakuen, sebuah sekolah alternatif yang mengutamakan kebebasan dan penghargaan terhadap keunikan setiap anak.

Totto-chan, tokoh utama dalam novel ini, adalah seorang gadis kecil yang dianggap “bermasalah” oleh sekolah formal karena perilakunya yang tidak sesuai dengan aturan sekolah. Namun, di sekolah Tomoe Gakuen, Totto-chan justru diterima dan didampingi dengan pendekatan yang penuh kasih sayang oleh kepala sekolah Sosaku Kobayashi. Sekolah ini memberi ruang yang luas bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka, tanpa tekanan untuk selalu patuh pada standar akademik yang kaku. Dalam konteks ini, Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela menjadi representasi penting dari bagaimana pendidikan seharusnya memenuhi kebutuhan anak-anak secara menyeluruh, bukan hanya aspek kognitif, tetapi juga aspek psikologis dan sosial.

Konsep kebebasan berekspresi dan pemenuhan kebutuhan anak dalam novel ini dapat dianalisis melalui teori kebutuhan Abraham Maslow. Maslow (1943) menjelaskan bahwa manusia memiliki lima tingkatan kebutuhan yang tersusun secara hierarkis, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri. Dalam konteks pendidikan, kebutuhan-kebutuhan ini sangat relevan dalam memahami perkembangan anak. Sekolah Tomoe Gakuen dalam novel ini secara tidak langsung mencerminkan usaha memenuhi lima kebutuhan dasar tersebut, terutama kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri melalui pendekatan pendidikan yang humanistik.


Pembahasan

Teori kebutuhan Abraham Maslow, seorang psikolog humanistik asal Amerika Serikat, menjelaskan bahwa manusia terdorong untuk memenuhi lima tingkatan kebutuhan yang tersusun secara hierarkis, mulai dari kebutuhan paling dasar hingga tingkat aktualisasi diri. Kelima tingkatan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis seperti makan dan tidur, kebutuhan rasa aman secara fisik dan emosional, kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki dalam relasi sosial, kebutuhan akan penghargaan yang mencakup kepercayaan diri dan pengakuan, serta kebutuhan aktualisasi diri, yaitu dorongan untuk merealisasikan potensi dan menjadi pribadi yang seutuhnya. Dalam konteks pendidikan, teori ini sangat relevan karena menunjukkan bahwa perkembangan anak secara optimal hanya dapat terjadi apabila seluruh kebutuhan tersebut terpenuhi secara berjenjang dan menyeluruh.

Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi memberikan gambaran konkret mengenai penerapan teori Maslow dalam dunia pendidikan melalui pendekatan unik yang dijalankan di Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah Kobayashi. Sekolah ini tidak hanya memperhatikan aspek akademik, tetapi juga secara sadar memenuhi kebutuhan anak berdasarkan tingkatan Maslow. Salah satu contohnya adalah kebijakan mengenai bekal makan siang yang harus terdiri dari makanan kering dan basah. Kebijakan ini menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan fisiologis anak, karena keseimbangan gizi dipandang sebagai bagian penting dalam mendukung kesiapan belajar dan pertumbuhan fisik.

Lebih dari itu, Tomoe Gakuen juga menyediakan rasa aman bagi anak-anak, terutama secara emosional. Hal ini terlihat ketika Totto-chan yang sebelumnya dikeluarkan dari sekolah karena dianggap terlalu aktif, justru diterima dan didengarkan oleh kepala sekolah Kobayashi tanpa dihakimi. Keberadaan sosok kepala sekolah yang sabar dan menghargai ekspresi anak menciptakan rasa aman yang menjadi fondasi penting bagi tumbuh kembang psikologis Totto-chan. Selanjutnya, kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki juga dipenuhi dengan cara sekolah memeluk semua anak tanpa diskriminasi. Setiap anak dianggap berharga, terlepas dari latar belakang atau kondisi fisik mereka. Kalimat seperti “di sekolah ini, kamu adalah anak yang sangat berharga” mencerminkan filosofi pendidikan inklusif yang menumbuhkan rasa diterima dan dihargai di dalam komunitas sekolah.

Aspek penghargaan juga sangat kental dalam pendekatan yang digunakan Tomoe. Anak-anak diberi kepercayaan untuk memilih sendiri pelajaran apa yang ingin mereka kerjakan lebih dahulu. Kebebasan ini bukan hanya soal preferensi belajar, tetapi merupakan bentuk pengakuan terhadap kemampuan dan otonomi anak. Dengan diberi tanggung jawab, anak-anak merasa dihargai dan semakin percaya diri terhadap keputusan mereka sendiri. Akhirnya, Tomoe Gakuen menjadi tempat subur bagi tumbuhnya aktualisasi diri. Totto-chan, yang sering dianggap "bermasalah" di sekolah sebelumnya, justru berkembang menjadi anak yang percaya diri dan penuh rasa ingin tahu di lingkungan yang mendukung kebebasan berekspresi. Tidak ada yang menyebutnya aneh; sebaliknya, ia didorong untuk menjadi dirinya sendiri, menari, bertanya, dan mengeksplorasi dunia sekitar. Dengan demikian, Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela tidak hanya menyampaikan kisah seorang anak, tetapi juga menjadi refleksi dari sistem pendidikan yang berhasil memenuhi kebutuhan dasar hingga tertinggi anak manusia sebagaimana dirumuskan oleh Maslow.


Penutup

Cerita Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela mengingatkan kita betapa pentingnya memberi anak-anak kebebasan untuk menjadi diri mereka sendiri. Di sekolah Tomoe Gakuen, Totto-chan dan teman-temannya bukan hanya belajar pelajaran biasa, tapi juga diberi ruang untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan minati tanpa takut dihakimi atau ditekan. Ini bukan hanya soal mengisi kepala dengan ilmu, tapi juga soal menghargai setiap anak sebagai pribadi unik yang punya kebutuhan dan cara berkembang masing-masing.

Kalau dilihat dari sudut pandang Maslow, pemenuhan kebutuhan dasar sampai kebutuhan tertingg - seperti rasa aman, cinta, penghargaan, dan aktualisasi diri - bisa terjadi ketika anak diberi ruang untuk bebas berekspresi. Kebebasan ini penting supaya mereka bisa tumbuh jadi pribadi yang percaya diri dan kreatif, bukan sekadar patuh pada aturan yang kaku dan membosankan.

Jadi, Totto-chan bukan cuma cerita masa kecil seorang gadis, tapi juga pesan penting tentang bagaimana pendidikan seharusnya: membuka pintu bagi anak-anak untuk berkembang secara menyeluruh, dengan hati yang bahagia dan pikiran yang bebas. Pendidikan yang seperti ini bukan hanya mendidik, tapi juga merawat jiwa anak-anak.



Penulis: 
Melca Anandaputri
Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas

Comika

Politika

Gen Z