Comedy, Indie and Creativity

Selasa, 01 Juli 2025

Analisis Novel "The Memory Police" Karya Yoko Ogawa Melalui Pendekatan Teori Memori Kolektif

 



Loetju.id - Novel The Memory Police karya Yoko Ogawa merupakan sebuah alegori distopia yang menggugah pemikiran tentang pentingnya memori dalam pembentukan identitas manusia. Di dalam dunia fiksi ini, masyarakat tinggal di sebuah pulau misterius di mana benda-benda secara berkala “menghilang” bukan hanya secara fisik, tetapi juga dari ingatan kolektif masyarakat. 

Lembaga yang disebut Memory Police bertugas memastikan bahwa masyarakat tidak mengingat apa yang telah hilang, baik secara sadar maupun emosional. Dalam konteks ini, teori memori kolektif yang dikembangkan oleh Maurice Halbwachs dan diperluas oleh Jan Assmann memberikan kerangka konseptual yang tajam untuk memahami bagaimana represi memori memengaruhi jati diri individu dan komunitas.


Memori Kolektif sebagai Dasar Identitas Sosial
Menurut Maurice Halbwachs (1992), memori individu tidak pernah eksis secara murni, melainkan selalu dibentuk dan dimediasi oleh struktur sosial tempat individu berada. Memori kolektif bukan hanya akumulasi dari ingatan pribadi, melainkan sistem makna bersama yang dibangun melalui simbol, ritus, bahasa, dan budaya. Dalam novel The Memory Police, setiap kali suatu objek “menghilang” - seperti burung, parfum, jam tangan, bahkan kalender , masyarakat tidak hanya kehilangan objeknya, tetapi juga konteks sosial, emosional, dan historis yang melekat padanya.

Proses pelupaan ini tidak berlangsung secara alami, tetapi dipaksakan secara sistematis. Orang-orang yang masih mengingat dianggap menyimpang dan diburu oleh otoritas. Hal ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh institusi dalam membentuk atau menghapus memori kolektif. Dalam konteks Assmann (2011), proses ini menghapus memori kultural, yaitu memori jangka panjang yang dijaga oleh teks, ritual, dan benda-benda simbolik.


Kehilangan Identitas Akibat Represi Memori
Identitas manusia, baik secara personal maupun komunal, tidak terpisahkan dari narasi-narasi masa lalu yang kita bangun bersama. Ketika memori kolektif dikikis secara sistematis, seperti dalam The Memory Police, individu kehilangan jangkar eksistensialnya. Tokoh utama, seorang penulis wanita, secara bertahap menyadari kehampaan yang menggerogoti eksistensinya. Ia tidak hanya kehilangan benda-benda berharga, tetapi juga makna-makna yang menjalin kehidupan sosialnya.

Pada titik ini, novel menyuarakan konsep krisis identitas sosial. Halbwachs menegaskan bahwa ketika masyarakat kehilangan kapasitas untuk mengingat bersama, maka tatanan sosial akan runtuh dalam kekacauan simbolik. Kehidupan tokoh utama menjadi representasi dari kegamangan eksistensial akibat hilangnya kesinambungan memori. Ia tidak lagi dapat menulis dengan makna karena struktur bahasa dan referensinya telah dihapus.


Penghapusan Simbol Budaya dan Konsekuensi Sosial
Setiap penghilangan objek dalam novel juga menyiratkan penghapusan simbol-simbol budaya. Parfum, misalnya, tidak sekadar aroma, tetapi juga simbol dari sensualitas, kenangan personal, dan relasi emosional. Hilangnya kalender bukan hanya menghapus waktu, tapi juga menghapus sejarah. Dengan menghilangkan memori ini, negara dalam novel melakukan praktik penghapusan sejarah (historical erasure), yang sering ditemukan dalam rezim totaliter dunia nyata.

Dalam kerangka Assmann, ini adalah pembunuhan memori kultural yang sistematis. Tanpa memori, tidak ada sejarah; tanpa sejarah, tidak ada identitas; dan tanpa identitas, tidak ada keberanian untuk melawan. Novel ini dengan halus menunjukkan bagaimana memori kolektif adalah medan utama perebutan kekuasaan: siapa yang mengontrol memori, mengontrol realitas.


Resistensi Naratif: Menulis Sebagai Perlawanan
Meski hidup dalam ketakutan, tokoh utama terus menulis. Ia menciptakan dunia fiktif di mana perasaan dan makna masih bisa bertahan. Tindakan ini mencerminkan apa yang disebut Assmann sebagai "penjaga memori" (memory keepers) - individu atau kelompok yang tetap memelihara memori kultural meskipun ditekan. Dalam novel, menulis menjadi bentuk perlawanan naratif terhadap kekuasaan yang ingin menghapus.

Ini memperkuat gagasan bahwa memori kolektif tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh otoritas. Selalu ada ruang untuk resistensi melalui ekspresi seni, cerita, dan bahasa. Dalam dunia The Memory Police, penulisan fiksi menjadi satu-satunya cara untuk mempertahankan jati diri dan menolak kehampaan yang dipaksakan.


Analisis Tematik Berdasarkan Teori Trauma dan Psikologi Sastra

Tema Utama

Manifestasi dalam Novel

Penafsiran Psikologis

Represi Memori

Polisi kenangan memaksa masyarakat melupakan objek tertentu, seperti Objek-objek seperti burung, parfum, kalender hilang; penduduk harus melupakan

Mekanisme represi (Freud); pelarian kolektif dari kenyataan

Trauma Individual

Tokoh utama mengalami keterasingan, kesepian, ketakutan berulang

Luka batin akibat kehilangan; gejala PTSD tak terungkap

Krisis Identitas

Tokoh tak lagi tahu siapa dirinya tanpa ingatan masa lalu

Erikson: Hilangnya kesinambungan masa lalu → krisis ego

Penghapusan Naratif

Penulisan novel secara sembunyi-sembunyi

Proses katarsis; penyembuhan melalui ekspresi simbolik. Menulis sebagai cara melestarikan memori & identitas alternatif

Alienasi Psikis

Tokoh yang “masih ingat” harus sembunyi; dianggap bahaya

Isolasi akibat berbeda persepsi → simbol trauma yang membekas. Mereka menjaga bentuk “ingatan minor” yang bertentangan dengan rezim



Kesimpulan
Melalui pendekatan teori memori kolektif, The Memory Police karya Yoko Ogawa menghadirkan refleksi mendalam mengenai bagaimana ingatan bersama menjadi fondasi utama bagi pembentukan identitas individu dan masyarakat. Ketika memori dipaksa untuk dilupakan, individu tidak hanya kehilangan masa lalu, tetapi juga kehilangan orientasi diri dan kemanusiaan. Novel ini adalah pengingat bahwa identitas kita tidak dapat dilepaskan dari apa yang kita ingat, dan bahwa dalam dunia yang mencoba menghapus masa lalu, mengingat adalah tindakan revolusioner.



Penulis:
Vanessa Maytisha 
Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas

Essay Mengenai Novel The Memory Police karya Yoko Ogawa

 



Loetju.idThe Memory Police adalah novel tahun 1994 karya Yoko Ogawa yang berlatar belakang sebuah pulau distopia di mana objek-objek menghilang dari kesadaran penduduk setempat dan para penghuninya dipaksa untuk melupakan keberadaan mereka oleh kekuasaan otoritas  yang dikenal dengan nama Polisi Ingatan. 

Novel ini dapat dilihat sebagai peringatan tentang risiko kehilangan identitas, budaya, dan trauma yang dialami. Perumpamaan seperti kehilangan kendali digunakan oleh Ogawa dalam novelnya untuk mengekspresikan tekanan sosial dan psikologis dalam masyarakat setempat. Kisah ini terinsprirasi oleh Ogawa terhadap topik memori dan pengekangan, serta cara dimana bahasa dan ingatan dapat dihilangkan secara sistematis.


Pembahasan

Dalam novel The Memory Police, Yoko Ogawa menciptakan sebuah dunia yang tampak tenang dari luar, namun sebenarnya menyimpan kengerian yang mendalam. Kengerian itu tidak datang dari perang ataupun kehancuran besar, melainkan dari proses pelan dan sunyi lenyapnya berbagai hal dari dunia, satu per satu, tanpa jejak. 

Penghilangan ini bukan hanya bersifat fisik, tapi juga menyasar kenangan dan makna yang melekat pada benda atau konsep yang dimaksud. Fenomena ini muncul dengan sangat alami dan tanpa adanya perlawanan, sehingga membuat pembaca berpikir tentang apa yang akan terjadi jika kita kehilangan kemampuan untuk mengingat.


1. Mekanisme Penghilangan dan Rapuhnya Ingatan

Salah satu sudut pandang yang paling kuat Dalam novel ini, Ogawa dengan cermat menggambarkan proses yang disebut “penghilangan.” Di pulau tempat tokoh utama tinggal, ada kalanya sesuatu bisa tiba-tiba “menghilang.” Ini bukan sekadar hilangnya benda fisik dari pandangan, tetapi juga dari pikiran dan hati. 

Contohnya, ketika burung-burung menghilang, bukan hanya yang terbang di langit yang lenyap, tetapi juga semua keterikatan emosional dan konseptual terhadap burung tersebut, bahkan suara siulan mereka pun ikut menghilang, Kenangan akan penerbangan dan makna dari kata "burung" itu sendiri telah pudar. Penduduk pulau kini tidak lagi dapat memahami atau mengingat bahwa burung pernah menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Proses ini begitu rapi dan terasa wajar oleh sebagian besar penduduk. Tidak ada pertanyaan, tidak ada perlawanan. Mereka hanya melanjutkan kehidupan, mengabaikan barang-barang yang sudah "hilang", dan berusaha untuk berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.

Narator dalam novel ini menceritakan proses di mana ia mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, meskipun ia kesulitan untuk mengidentifikasi dengan jelas apa yang telah menghilang. Perasaan kosong itu samar, tapi nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ingatan yang sama bisa dikendalikan secara terorganisasi, dan ketika sesuatu dilupakan secara menyeluruh, keberadaannya pun ikut terhapus dari kenyataan. Mereka memiliki kemampuan untuk mengingat hal-hal yang sudah dilupakan oleh banyak orang lain.

Namun, tidak semua orang yang tinggal di pulau itu mengalami kehilangan ingatan. Ada beberapa individu yang masih dapat mengingat benda-benda yang telah “hilang.” Salah satu contohnya adalah tokoh ibu dari narator dan editor yang bernama R.  Anehnya, bukannya dihormati, mereka justru dianggap ancaman. Di sinilah letak peristiwa paling tajam dalam cerita yang mana orang tersebut dianggap berbahaya, karena mereka mengganggu sistem “lupa” yang telah diterima sebagai normal. Mereka dikejar dan disembunyikan, seolah kenangan adalah bentuk kriminalitas.

Melalui penjelasan ini, Ogawa ingin menunjukkan betapa lemahnya memori manusia. Ingatan tidak hanya berfungsi sebagai aspek kognitif, tetapi juga sebagai sebuah medan kekuasaan yang dapat dipengaruhi, dihancurkan, atau bahkan dihapus sepenuhnya tanpa meninggalkan jejak rasa sakit. Justru karena kita tidak merasakan kehilangan, proses ini menjadi semakin menakutkan.


2. Polisi Kenangan: Simbol Totaliter

Dalam dunia yang diciptakan oleh Ogawa, Polisi Kenangan berperan sebagai penggerak utama dalam metode penindasan ini. Mereka tidak hanya sekadar mengawasi, tetapi juga aktif mengatur ritme penghilangan, memaksa warga untuk melupakan, menghapus jejak benda-benda yang sudah "dilarang," bahkan menangkap orang-orang yang masih memiliki ingatan. Tindakan mereka berlangsung dalam keheningan, namun dipenuhi dengan teror. Mereka adalah wajah kekuasaan yang mengendalikan bukan hanya tubuh, tetapi juga pikiran dan ingatan.

Polisi Kenangan berfungsi sebagai alegori yang kuat untuk rezim totaliter di dunia nyata, yang dengan sistematis memanipulasi sejarah dan menghapus narasi alternatif. Sepanjang sejarah, banyak pemerintahan otoriter berusaha mengendalikan wacana publik melalui penyensoran, penghapusan arsip, dan bahkan penghilangan paksa individu yang dianggap "berbahaya" karena ingatan mereka tentang kebenaran. Dalam The Memory Police, kekuatan ini digambarkan dengan sangat subtil namun efektif. Meski tidak ada instruksi yang jelas dan pembunuhan massal yang terlihat, penguasaan penuh terhadap realitas berlangsung dengan sangat efisien.

Kehadiran Polisi Kenangan juga menimbulkan rasa takut yang mendalam. Warga pun menjadi patuh karena mereka sudah terbiasa hidup dalam ketakutan. Mereka tidak hanya mengikuti aturan, tapi juga menginternalisasi sistem “lupa” tersebut. Tidak ada ruang untuk keraguan, bahkan kenangan tentang kenangan pun ikut lenyap. Dengan cara ini, kekuasaan tidak hanya memengaruhi saat ini, tetapi juga membentuk masa lalu dan masa depan.


3. Identitas, Seni dan Perlawanan Diam-diam

Seiring dengan hilangnya benda-benda dan konsep dari kehidupan sehari-hari, para tokoh dalam novel ini juga menghadapi krisis identitas. Jika kita didefinisikan oleh kenangan dan keterikatan terhadap masa lalu, maka hilangnya ingatan berarti hilangnya sebagian dari diri kita. Siapakah kita ketika kita tidak dapat lagi mengingat apa yang telah membentuk diri kita?

Di tengah keadaan yang rapuh ini, Ogawa menawarkan secercah harapan melalui karya seni. Seni dalam novel ini bukan hanya bentuk ekspresi, melainkan satu-satunya media yang masih bisa menyimpan jejak-jejak kebenaran. Sang ibu, seorang pematung, menyembunyikan benda-benda yang telah hilang di sebuah laci rahasia. Benda-benda itu bukan hanya koleksi, melainkan simbol perlawanan terhadap pelupaan massal.

Begitu juga dengan narator yang berprofesi sebagai penulis. Meskipun kata-kata perlahan kehilangan maknanya, namun ia tetap setia menulis. Ia tahu bahwa tulisan bisa menjadi tempat menyimpan sesuatu yang sudah tak lagi diingat orang lain. Ini adalah bentuk perlawanan yang tenang; meski tidak melawan secara langsung, pesan yang disampaikan tetap jelas: "Aku masih ada, aku masih ingat.”

Dalam konteks ini, Ogawa seolah ingin menunjukkan bahwa seni dan cerita adalah benteng terakhir manusia ketika semua yang lain telah direnggut. Ketika hukum, institusi, dan bahkan bahasa berada di bawah kendali kekuasaan, fiksi dan memori pribadi bisa menjadi tempat yang paling tulus untuk menjaga kemanusiaan kita.


4. Refleksi Sosial dan Filosofis

Pada akhirnya, The Memory Police tidak hanya merupakan sebuah novel tentang kehilangan dan penyensoran, tetapi juga berfungsi sebagai refleksi eksistensial yang mendalami bagaimana kenyataan dipengaruhi oleh ingatan kita. Jika semua orang melupakan sesuatu, apakah itu berarti hal tersebut benar-benar tidak pernah ada?

Masyarakat dalam novel ini digambarkan begitu pasrah, begitu terlatih dalam kehilangan, hingga mereka tidak lagi merasa kehilangan itu sendiri. Ini adalah potret masyarakat yang terbiasa ditekan, yang tak lagi punya alat untuk mempertanyakan apa pun.  Mereka hidup dalam keterasingan yang sunyi, yang lambat laun menjadi bentuk keberadaan mereka satu-satunya.

Melalui kisah ini, Ogawa dengan lembut namun tajam mengajak pembaca untuk merenung: bagaimana jika kita hidup di dunia di mana kita bahkan tidak menyadari bahwa kita sedang dilupakan? Bagaimana jika kenyataan yang kita jalani sebenarnya adalah hasil rekayasa bersama, yang dijaga oleh rasa takut dan kebiasaan?


The Memory Police adalah sebuah cerita yang tenang namun sangat menggugah. Yoko Ogawa tidak memberikan jawaban pasti, namun ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang siapa kita tanpa kenangan, dan apa yang terjadi ketika kekuasaan dapat menentukan apa yang boleh kita ingat dan apa yang harus kita lupakan.

Melalui alur cerita yang perlahan dan suasana yang kelam, Ogawa menggambarkan bagaimana ingatan bisa berfungsi sebagai alat pengendali. Namun, ia juga memberikan secercah harapan melalui seni, kasih sayang, dan keberanian untuk terus mengingat, meskipun dunia di sekitar kita memilih untuk melupakan.

Novel ini menjadi peringatan bahwa ingatan bukan hanya milik individu, tapi juga fondasi dari kebebasan dan identitas kolektif. Dan ketika semuanya mulai menghilang, mungkin satu-satunya cara untuk tetap manusia adalah dengan terus mengingat meskipun itu berarti harus melawan arus lupa yang terus mendesak.



Penulis:
Najmi Rahmi Putri 
Mahasiswa Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas

Sabtu, 17 Mei 2025

5 Sebab Film Animasi Jumbo Bisa Mendapatkan Penonton Jumbo

 


Loetju.id - Kabar gembira dari dunia perfilman tanah air terutama genre animasi, untuk kali pertama dalam sejarah Indonesia bahkan Asia Tenggara film animasi berjudul Jumbo mampu meraih jumlah penonton yang juga Jumbo. Hingga artikel ini ditulis pada tanggal 17 Mei 2025 film yang disutradarai oleh Standup Comedian Ryan Adriandhy telah meraih 9,6 juta penonton menjadi film nomor 2 paling laris sepanjang masa di bawah KKN di Desa Penari itupun termasuk angka re-release (angka original run KKN di Desa Penari sudah terlampaui pada jumlah 9.2 juta).

Jumlah penonton yang diraih Jumbo masuk kategori anomali karena baru pertama kali terjadi pada film animasi Indonesia sehingga nyaris semua kalangan masih turut serta menganalisis apa sebab fenomena ini.

Fun fact, bang Ryan dan Visinema selaku production House menghabiskan total 5 tahun produksi hingga akhirnya dirilis. Dalam sebuah kesemparan podcast bersama channel review film Cine Cribe bang Ryan berjanji Bikin Spesial Show Stand Up Comedy tidak live Jika Film Animasi Jumbo Tembus 2 Juta Penonton dan spesial show secara live jika film Jumbo besutannya tembus 4 juta penonton dan sudah terlewati beberapa waktu yang lalu.

Dan menurut kami berikut adalah 5 Sebab Film Animasi Jumbo Bisa Mendapatkan Penonton Jumbo:


1. Kualitas
Waktu 5 tahun menjadi sangat whorth it ketika melihat kualitas animasinya yang banyak penonton bilang mendekati kualitas Pixar Disney. Bagaimanapun kualitas sebuah film animasi sangat jadi penentu laku tidaknya di pasaran.


2. Cerita yang relate
Faktor cerita yang benar-benar bisa diterima semua umur dan kalangan juga jadi kunci sukses. Tidak hanya anak-anak yang dewasa juga bisa menikmatinya.


Baca juga:


3. Tayang di waktu yang tepat
Jumbo dirilis pada liburan lebaran di mana biasanya keluarga mencari film yang bisa dinikmati bersama orang tua dan anak-anak. Ditambah berkah banyak libur long weekend yang jadi pendongkrak, hal ini bisa dilihat dari grafik meningkatnya jumlah penonton pada hari libur panjang.


4. Viralitas
Era sosial media yang juga merambah ke anak-anak membuat sesuatu yang viral segera menyebar dengan cepat dan membuat orang penasaran. Hal ini dialami Jumbo dengan viralnya di media sosial orang-orang yang awalnya belum tahu jadi tahu dan ingin menonton ke bioskop.


5. Theme Song
Lagu-lagu dalam filmnya easy listening dan mudah diingat, kini juga viral dinyanyikan dalam banyak kesempatan serta dicover oleh banyak orang.


Oke sobar Loetju, demikian postingan kita kali ini tentang 5 Sebab Film Animasi Jumbo Bisa Mendapatkan Penonton Jumbo, semoga bermanfaat sampai jumpa.



Penulis
Nandar

Una Bunga Di Persimpangan Rasa, Lewat Single Terbaru “Tanya Hati”




Loetju.idUna Bunga kembali menyapa pendengarnya lewat single baru berjudul Tanya Hati. Kali ini, bukan tentang religi, tapi tentang perasaan yang sering kali kita alami diam-diam, bingung. 

Lagu ini bercerita soal momen bimbang ketika pikiran tentang mantan muncul, lalu kita bertanya-tanya… balikan nggak ya? Tapi kalau nggak balikan juga ternyata aku baik-baik aja, kok. 

Yang bikin lagu ini unik, aransemen musiknya terdengar ceria banget, tapi liriknya justru cukup galau. “Aku suka banget lagu-lagu yang kayak gitu, yang musiknya ngangkat tapi isi hatinya tuh dalam. Jadi kayak... ketawa tapi sambil mikir,” kata Una sambil ketawa kecil. Untuk promosi lagunya Una mempercayakan kepada Orbitenar Entertainment.

Menariknya lagi, Tanya Hati adalah lagu pertama Una yang direkam secara profesional di studio. “Pas pertama kali masuk studio, aku deg-degan banget. Tapi justru itu yang bikin pengalaman ini jadi berkesan.

Seru, rame, dan penuh cerita. Banyak masukan juga dari orang-orang terdekat yang bikin lagunya makin matang dan relate.” cerita Una Setelah merilis dua lagu religi, Tanya Hati jadi langkah awal Una menjelajah genre pop secara lebih terbuka. 

Rencananya? Masih ada beberapa lagu lagi yang siap menyusul. “Pelan-pelan aku lagi siapin EP juga, doain aja semoga semua prosesnya lancar dan lagunya bisa jadi teman buat siapa pun yang lagi mikir hal yang sama kayak aku di lagu ini,” tutup Una. 

Single “Tanya Hati” dari Una Bunga sudah bisa kalian akses di seluruh digital stream platform kesayangan kalian.



Jumat, 09 Mei 2025

Inveigh Hadir Lagi dengan Single “Bertahan”: Buat Kalian Yang Tiap Hari Rasanya Ingin Resign"

 


Loetju.idSetelah setahun berlalu akhirnya unit garage/indie punk Malang, Inveigh merilis single terbaru yang berjudul “Bertahan”. Sebuah anthem untuk para pekerja yang jenuh akan rutinitas yang akan hadir pada Mei 2025 ini.

Inveigh adalah band indie punk/garage asal Malang, Jawa Timur, yang terbentuk pada akhir 2023. Band ini merupakan proyek supergrup yang beranggotakan musisi-musisi berpengalaman dari skena musik underground Malang, seperti Julius Bagus (Take This Life), Anizar Yasmeen (Extreme Decay), Eltria Raffi (Dazzle), dan Raditia Putra (Young Savages) .

Musik Inveigh menggabungkan energi garage punk dengan nuansa alt-rock dan grunge, terinspirasi oleh band-band seperti The Bronx, The Ghost of a Thousand, Pure Love, Gallows, dan The Damned Things .

Pada 1 Juni 2024, mereka merilis EP debut berjudul Dinamika melalui Haum Entertainment. EP ini berisi lima lagu yang menggambarkan krisis paruh baya dari perspektif pria Indonesia urban usia 30-an, dengan lirik yang jujur dan reflektif dalam bahasa Indonesia .

Kini dengan single "Bertahan" Inveigh bercerita tentang pengalaman kerja yang pernah dialami oleh vokalisnya saat menjadi karyawan, serta situasi serupa yang kini dirasakan oleh sang drummer. Lagu ini merefleksikan kejenuhan dan rasa muak akibat rutinitas kerja yang monoton namun terpaksa dijalani. 

“Single ini bercerita tentang pengalaman kerja ku dulu waktu jadi marketing, dan juga pengalaman yang lagi dirasain sama drummer kami sekarang. Mungkin lebih ke rasa jenuh dan muak karena rutinitas kerja yang gitu-gitu aja. Tapi ya pada akhirnya tetap dijalanin juga. Keluh kesah para pekerja kayak biasanya capek, muak, tapi tetap ditelan.” ujar Julius.

Proses produksi single "Bertahan" dari band Inveigh dimulai pada 2 Maret yang bersamaan dengan take lagu lainnya dengan sesi rekaman drum di Creatorix Studio. Selanjutnya, pada 10 Maret, gitar dan bass direkam di 202 Sonic Lab, sebuah home recording milik Eltria sang gitaris. Vokal direkam pada 14 Maret di Haum Studio. Terakhir, proses mixing dan mastering dilakukan pada 8 April di Griffin Studio. Tanggal 27 April, akhirnya proses mixing dan mastering selesai.

Setelah rilis single “Bertahan” ini, rencananya Inveigh akan merilis lagu selanjutnya dengan featuring vokalis tamu. Vokalis tamu ini sedang dicari dan di kepala mereka ada beberapa kandidat. Banyak kemungkinan yang bisa dimunculkan selain kandidat yang telah terpikir.
Single “Bertahan” akan hadir di semua DSP pada 9 Mei 2025.


Tentang Inveigh:
Inveigh adalah Indie Punk asal Malang, Jawa Timur yang beranggotakan Julius Bagus (Vokal), Anizar Yasmeen (Bass), Eltria Raffi (Gitar), dan Raditia Putra (Drum). Inveigh membuat ramuan indie punk, hardcore dan garage rock. Berawal dari niat Julius yang sudah lama ingin membuat band rock, lalu ia mengundang Anizar. Inveigh baru merekrut anggota penuh setelah band post-hardcore Take This Life yang digawangi oleh Julius selesai melakukan reuni pada April 2023. Inveigh melakukan debut live pada 14 April 2024, kemudian pada 1 Juni 2024, Inveigh resmi merilis EP pertama mereka "Dinamika" di Bandcamp dan pada 23 Agustus 2024 di DSP. Kini mereka hadir kembali dengan single “Bertahan” tentang rutinitas monoton yang mengundang niat resign.

Senin, 05 Mei 2025

Mahasiswa UNDIP Perkenalkan Kekayaan Budaya Indonesia di Inggris melalui Rangkaian Program Interaktif di University of Leicester

 

Loetju.id - Leicester, Inggris (13/11/2024) - Mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) tahun akademik 2024–2025 di University of Leicester menggelar serangkaian kegiatan pengenalan budaya sebagai bagian dari program Kuliah Kerja Nyata (KKN) bertaraf internasional. Dalam semangat dalam pertukaran budaya, mereka menyelenggarakan 10 program unggulan yang bertujuan untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada komunitas global, khususnya sivitas akademika di Inggris.

Program ini disusun sebagai respons atas pentingnya membangun pemahaman lintas budaya di tengah masyarakat internasional. “Kami ingin membawa Indonesia ke tengah-tengah masyarakat dunia, melalui pendekatan yang kreatif, edukatif, dan penuh makna,” ujar salah satu mahasiswa peserta program.


Sorotan Utama: Batik Workshop di Global Fusion Fest


Salah satu kegiatan utama adalah Batik Workshop dalam rangkaian acara Global Fusion Fest University of Leicester yang dilaksanakan oleh Niken Ayu Larasati sebagai Mahasiswi KKN Undip penerima beasiswa IISMA. Dalam kegiatan ini, peserta diajak melukis langsung motif batik Indonesia seperti Parang, Kawung, dan Mega Mendung pada tote bag kanvas kecil yang dapat mereka bawa pulang. Selain kegiatan artistik, peserta juga memperoleh pemahaman tentang filosofi dan nilai budaya di balik motif-motif tersebut. 

Sebagai bagian dari perayaan Hari Pahlawan, mahasiswa juga menyelenggarakan program budaya yang bertajuk “Leistari”, sebuah inisiatif budaya yang menghadirkan berbagai kegiatan interaktif untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada komunitas internasional di University of Leicester. Program Unggulan Lainnya Meliputi:

1. Batik Corner - Pameran seni batik interaktif dari berbagai daerah di Indonesia.

2. Heroes Day - Pengenalan kuliner khas Indonesia seperti nasi kuning dan tempe orak-arik.

3. Booklet Lagu Daerah & Booth Audio - Edukasi lagu-lagu tradisional lengkap dengan audio interaktif.

4. Peta Budaya Lewat Batik - Pengenalan geografi Indonesia melalui batik bermotif peta daerah.

5. Website Wonderful Indonesia - Portal digital berisi budaya, wisata, dan visual interaktif Indonesia.

6. Pemberian Oleh-oleh Khas Indonesia - Souvenir untuk dosen sebagai bentuk apresiasi.

7. Jumat Berkah: Masak Bersama - Kegiatan memasak kuliner Indonesia di asrama internasional.

8. Rangkaian Tarian Tradisional - Penampilan Tari Maumere dan tari modern-bernuansa tradisional.

9. Program 1+1 Budaya Indonesia - Diskusi dan presentasi interaktif tentang budaya dan wisata Indonesia.

Program ini tidak hanya memperkenalkan budaya secara pasif, tetapi juga mengajak partisipasi aktif dari masyarakat internasional melalui kegiatan langsung dan teknologi digital. Para mahasiswa berharap kegiatan ini dapat memperkuat hubungan antarbangsa dan membentuk citra positif Indonesia di mata dunia.


Penulis: Niken Ayu Larasati
Pembimbing: Triyono, S,H., M.Kn.

Kamis, 17 April 2025

Daftar Penampil Line Up Standup Fest 11, 12, 13 Juli 2025 Ada Comika MLI

 


Loetju.id - Gelaran paling dinanti di skena standup comedy tanah air bakal datang lagi tahun ini. Standup Fest yang gelar oleh komunitas Standupindo akan dihelat selama tiga hari yaitu 11, 12 dan 13 Juli 2025 bertempat di Istora Senayan Jakarta.


Daftar Comika Penampil Standup Fest 

Hari Pertama 11 Juli 2025:
- Abraham Tino
- Adriano Qolbi
- Ali Akbar
- Ardhit Erwandha
- Arie Keriting
- Bintang Bete
- Bonar Manalu
- Budikopi
- Coki Pardede
- Deki Sutrisna
- Dewangga
- Dono Pradana
- Haryadi Wahuy
- Ikal
- Ikhsaniois
- Ilham Abayy
- Kamal Ocon
- Kang Ripay
- Khairul Umam
- Khalid Noer
- Kucuy Aduy
- Mo Sidik
- Oza Rangkuti
- Pandu Dunia
- Popon Kerok
- Ramos Ambarita
- Ridho Maza
- Rifqi Elmo
- Rindradana
- Rio Dukamtubun
- Rizal Zaid
- Rizky Ambon
- Ronald S.K
- Sammy Notslimboy
- Sapar
- Thoriq Alqdrie
- Tretan Muslim 
- Upit
- Wietzsyahrul
- Shiunk Dorantes




Hari Kedua 12 Juli 2025:



Hari Ketiga 13 Juli 2025:









Setelah Legowo, Firstrate Ungkapkan Perasaan Berserah Diri di Single Kedua "Give In"

 


Loetju.idSurabaya, 10 Januari 2025 - Setelah merilis single “Springtime” pada 2024 lalu, unit Alt-punk Surabaya, Firstrate akhirnya merilis single kedua yang berjudul “Give In” pada 10 Januari 2025 di Bandcamp Haum Entertainment. Single ini merupakan track ke-2 dari LP yang akan dirilis Firstrate mendatang yaitu ”Give In/Face It”. Single ini berdasarkan sebuah karakter fiktif berumur 22-27an yang diciptakan untuk LP Passage of Time dari Firstrate mendatang. Bagus adalah seseorang yang optimis dan penyemangat. Sisi negatifnya, dia adalah orang yang suka memendam perasaan dan bimbang. Dapat dikatakan dia adalah karakter yang memiliki sifat ambivert. Hal tersebut direfleksikan pada kehidupan sehari-harinya yang terkadang menurutnya baik atau buruk.

“Bagus adalah karakter yang muncul setelah kami menulis lirik lalu mengkompilasi lirik tersebut. Ternyata bisa dirangkai dalam sebuah kisah dengan tokoh Bagus,” kuak Sholehuddin

“LP yang akan berjudul Passage of Time ini kami dimaksudkan untuk menjadi cara hidup dan refleksi pada cermin itu sendiri. Melalui semua itu, Kami mencoba untuk mengisi semua pengalaman diri kami ke dalam lagu, membuatnya semuanya dapat dipahami satu sama lain. Setiap kegembiraan, kesedihan, dan rasa syukur dapat ditemukan di LP ini. Tidak peduli apa yang akan Kami lakukan, selalu ada cara untuk menjadi lebih baik,” tambah Sholehuddin

Di lagu “Give In”, dikisahkan bahwa banyak momen yang sudah dilewati oleh si Bagus, namun masih nihil dan tidak seperti apa yang diharapkan. Walaupun begitu, Bagus merefleksikan dirinya sendiri, apakah dia harus merelakan apa yang sudah berjalan atau terjebak dalam perangkapnya sendiri. Bagus pun memberikan bold statement “Aku harus bergerak, jika tidak aku pun akan terperangkap dalam labirin”.

Lagu “Give In” pula merupakan track pengingat bagi para anggota Firstrate untuk perilisan album mendatang. Dengan urutan yaitu setelah single “Springtime” yang dihitung sebagai demo, dan “Give In”, kemudian akan muncul single ke 3 sebelum menuju album penuh mereka.

Produksi single “Give In” juga bebarengan dengan lagu lainnya yang dimulai sejak bulan November sampai  Desember 2023 yang direkam di Self Recs Studio dengan  Engineer, Mixing, Mastering single ini oleh Alwan Hilal Album Passage of Time sendiri sudah selesai sejak 2024 dan sekarang menjalani proses pasca produksi.

Single “Give In” sudah bisa dibeli dan distream di Bandcamp Haum Entertainment sejak 10 Januari 2025 dan akan rilis di semua DSP dalam waktu dekat di 2025 ini.

ABOUT FIRSTRATE: 

Firstrate adalah sebuah band yang dinisiasi oleh Sholehuddin (Voorstad) dan Gemilang (Raousse) sejak April 2023. Dalam perjalanannya, band ini kemudian berkembang menjadi formasi beranggotakan Sholehuddin (Vocal), Gemilang (Guitar dan Vokal), Alwan (Drum), Asa (Bass), dan Lambang Akbar (Guitar). Firstrate adalah wujud gairah para inisiatornya untuk bermain rock alternatif dengan campuran heartland rock dari Menzingers dan Gaslight Anthem, britpop ala Stone Roses dan Oasis, hingga post-hardcore klasik maupun revival ala Moving Targets, Husker Du dan Militaire Gun. Kini single ke-2 mereka yang berjudul “Give In” siap menjadi pembuka 2025 Firsrate untuk khalayak ramai.


-alfan-

“Angkara” Pelengkap Trilogy Single Indahnya Pohon Cemara Menuju Debut EP

 


Loetju.id - Indahnya Pohon Cemara yang lebih akrab dikenal dengan sebutan IPC kembali merilis single keempat nya “Angkara” salah satu lanjutan single trilogy di tahun 2023, gimana untuk menuju EP mini album IPC nantinya. Band yang digawangi oleh Eland (Vokal), Yax_Koleez (Gitar), Danial (Gitar), Yudhiz (Bass), Tiffano (Drum), Rizky_Otong (Trumpet), Fery (Trumpet), Willy (Trombone), Hery (Trombone), Harmawansyah (Tenor_Sax). Dan di Single “Angkara” ini masih mempertahankan gaya asli Indahnya Pohon Cemara, yang jelas membikin mereka semangat terus dalam menjalani bermusik di jalur Ska Core, serta tidak luput juga dibantu Mas Reza_Rezroll Studio selaku Sound Engineering music kami.
Single “Angkara“ adalah terinspirasi Peperangan di Gaza yang tak kunjung usai, dimana membawa dampak yang menyakitkan bagi seluruh Dunia. Penduduk Palestina dilanda kelaparan, sanak saudara telah tiada dan tidak punya tempat tinggal untuk berlindung.

Dibawah naungan Label Siderise Records. Single ini dirilis dan tersedia di kanal streaming digital tanggal 19 Januari 2025, di seluruh platform music digital world wide.

Harapannya semoga Single “Angkara” ini bisa diterima disemua kalangan penikmat musik, “Bersiaplah untuk terhanyut dalam nada dan lirik yang menggugah hati, dan jadilah saksi akan movement itu serta jangan lupa berbagi kegembiraan ini dengan orang-orang terdekatmu,“ pungkas Yax_Koleez dan Danial (Gitaris).

Selasa, 04 Maret 2025

Unit Emo asal Malang Reconcile Rilsi Single Drowned in Static Bercerita Tentang Jelajahi Perjalanan Emosional Dari Realita Yang Semu

 



Loetju.id - Malang, 7 Maret 2025 - Unit emo asal Malang, Reconcile yang kini digawangi oleh Dava (Vokal/ Gitar), Nabil (Lead Gitar), Zidane (Bass), dan Chelsey (Drum) kembali menunjukan kemampuannya dalam merangkai musik yang emosional dengan maxi single terbarunya “Drowned in Static”. Maxi single ini berisikan 2 lagu yang berjudul ”Numb” dan “Somewhere you can find” yang juga pembuka dari album yang akan dirilis dalam waktu dekat dan kini sedang menjalani masa produksi. Maxi single “Drowned in Static” juga penanda babak baru Reconcile bersama record label Haum Entertainment yang juga dari Malang.

Berbeda dengan EP Faint Reflection sebelumnya, Kedua single yang merupakan cikal bakal album ini mengangkat tema yang lebih universal. 

“Tema maxi single “Drowned in Static” kali ini adalah tentang bagaimana seseorang telah dibohongi oleh realita yang diberikan, sehingga membuat seseorang kehilangan arah dan jatuh jauh tenggelam dalam kehampaan. Lagu ini menggambarkan dengan jujur rasa sakit dan kehampaan yang dialami aku sendiri,” jelas Dava

Maxi single ini merupakan gambaran cerita awal kisah seseorang yang nantinya akan dilengkapi alur ceritanya seiring berjalannya proses pembuatan album. Rilisan ini diharapkan dapat menjadi teman bagi siapapun yang pernah merasakan kehampaan dan kekosongan yang diakibatkan oleh ketiadaan dari realita itu sendiri. Untuk tema album nanti, Reconcile terus  menjelajahi kedalaman emosi manusia, kali ini dengan fokus pada tema kebohongan yang dihadirkan oleh sebuah realitas semu. 

Produksi maxi single “Drowned in Static” sendiri dimulai pada 20 Desember 2024. Kedua lagu tersebut ditulis oleh Dava Hendra dan diproduksi oleh Reconcile, dengan komposisi yang digarap oleh Zidane Marvelo, Chelsey Agustine, Nabil Zuhdi, dan Dava Hendra. Proses rekaman dilakukan oleh Dava Hendra, sementara mixing dan mastering ditangani oleh Yudhistiro Lilo P di W8 Project Studio. Untuk aspek visual, artwork dibuat oleh Dava Hendra, dengan foto artwork hasil bidikan Ridho Enggar, serta sesi pemotretan band yang ditangani oleh Gavin Putra. 

Maxi single “Drowned in Static” akan hadir menemani momen-momen puasa dan ngabuburit para pendengar di semua digital streaming platform dan bandcamp Haum Entertainment pada 7 Maret 2025. (alfan)

Comika

Politika

Gen Z