Warteg Batuk - Comedy and Indie

Senin, 18 April 2022

Warteg Batuk

 


Loetju.id - Mengingat Kembali Awal Mula Corona Melanda dan Kisah Batuk Mbak-mbak Warteg

PSSB sudah berjalan tiga bulan sejak 2 maret 2020, toko percetakan yang baru buka kembali pasca libur empat bulan karena kecelakaan harus tiarap lagi.

Sempat optimis di bulan januari februari, hire karyawan lagi berharap pelanggan datang silih berganti mengisi kembali pundi-pundi.

Hingga akhirnya pemerintah mengumumkan PSBB pasca kasus pertama corona di Depok menyebar beritanya. Masih jelas di ingatan semua orang panic buying, masker dan hand sanitizer mendadak hilang di pasaran, kalaupun ada harganya gak masuk akal, tipikal orang indonesia, borong untuk dijual lagi saat semua orang susah mencari untuk perlindungan diri.

Tabungan mulai menipis, sebuah keputusan berat harus diambil, secara hitungan hanya mampu bertahan selama tiga bulan, jika sampai akhir mei kondisi masih seperti ini maka tutup sementara adalah satu-satunya solusi, karyawan diliburkan berharap keadaan bakal kembali baikan.

Bulan pertama PSSB omset dan laba turun drastis, bulan kedua cuma dapat 1 juta, berikutnya lebih parah cuma berhasil mengumpulkan uang 500 ribu dalam sebulan. Masa pandemi nyaris semua orang terdampak pekerjaannya karena harus berada di rumah saja, kecuali PNS ya, mungkin lebih senang WFH selamanya. Orang cenderung berhemat mengeluarkan uang untuk keperluan pokok, wajar usaha kami yang produksi merchandise terdampak banget.

Setiap hari coba berhemat dengan makan dan minum seadanya yang penting bergizi sudah terasa nikmat. Beruntung beberapa warung masih tetap buka walau hasilnya gak sebenarnya kata mereka. Gak boleh makan di tempat jam buka tutup di awasi ketat, semua serba sulit bagi rakyat.

Hingga suatu hari, uang di saku cuma ada segitu, cukup sekali makan dengan sayur dan gorengan tahu.

Langkahku mantab siang itu, menuju warteg langgananku di Tembalang Semarang  membayangkan deretan lauk pauk sayur mayur di etalase menu.

Catatan penting warteg pinggir jalan ini, mbak-mbak penjualnya tak mau pakai masker bahkan sejak pandemi.

Setelah menyapa, ia mengambil nasi dengan centong batok khas tegal, beliau sudah hafal setengah porsi saja begitu kebiasaan saya.

"Pakai sayur apa mas?..uhuk.." tanyanya sambil sesekali batuk yang membuatku jadi tak fokus.

"Jamur..sama gorengan tahu mbak" jawabku singkat agar tak mengganggu antrian pembeli yang mulai padat.

Setelah mengambil gorengan tahu, mbak-mbak warteg siap membungkus, ritual khas penjual warteg sambil membungkus sambil mengamati item pesanan pembeli menghitung dalam diam total harga pesanan, salut dari sekian banyak menu bisa hafal dan lihai menjumlah tanpa kalkulator, hal yang tidak mudah.

Sayangnya sebelum kertas minyak food grade dibungkus, si mbak warteg kembali batuk, "waduh...apes tenan iki.." batinku dalam hati sambil mengulurkan uang lembaran sepuluh ribu.

Sepanjang perjalanan hati mulai gundah dan gelisah. Mau kejadian singkat jual beli, pilih menu di warteg tadi menghantui pikiranku.

Pandemi masih jadi misteri, kabar update penambahan angka positif covid-19 terus merangkak naik.

Batuk masih jadi penanda gejala awal yang susah disangkal, masker medis hilang di pasaran masyarakat hanya mengenakan kain untuk maskeran dan ada saya seorang perantau yang uangnya tipis karena bisnis terdampak pandemi sedang berjalan membawa nasi bungkus dari warteg bonus batuk-batuk kecil mbaknya.

Sesampainya di kos, saya buka karet gelang nasi wartegnya, asap nasi hangat dengan aroma tumis jamur dan gorengan tahu mulai masuk ke hidup menggoda selera manusia prihatin yang sedari pagi belum makan sama sekali.

Lama saya menatap nasi yang sudah siap santap ini, dilema masih melanda hanya ada dua opsi, di makan tapi terkontaminasi batuk mbak warteg, gak di makan kaliren, dibuang sayang karena tak lagi punya uang.

Andai ada pilihan 50:50 atau call friend ala want to be millionaire pasti sudah saya gunakan dari tadi.

Setelah sekian menit menanti, sang nasi kedarung dingin keputusan besar dan nekat dalam hidup saya ambil.

Dengan ucapan Bismillah, saga makan nasi warteg dilematis ini, pasrah sama gusti Allah SWT semoga diberikan yang terbaik.

Hasilnya alhamdulillah, masih bisa menulis kisah ini untuk anda, gusti Allah swt masih memberi karunia bagi hambanya, semoga pembaca semua sehat raganya.


Penulis
Nandar

Bagikan artikel ini

Jangan lupa komen ya Guys..